titik tengah INDONESIA,

ditandai persis ditengah sebuah situs Megalitikum berupa lingkaran Batu membentuk angka Nol bernama GARUGA. Ditengah lingkaran terdapat batu yang menjadi titik pertengahan INDONESIA.

Selamat datang di Umpungeng,

Sebuah kawasan yang terjaga kemurnian alamnya sejak dulu,kini dan Isnya Allah dimasa yang akan datang. Mari kita jaga Umpungeng agar tetap menjadi sumber mata air kita bersama.

GARUGAE, symbol titik tengah INDONESIA

Lingkaran Batu yang disebut Lalebata (Garugae) merupakan situs megalitikum peninggalan sejarah Bugis.

Batu Cinta

Lubang batu yang terbentuk secara alami oleh terpaan air di pinggir sungai Batuletengnge Umpungeng.

Alam Umpungeng

Menyimpan aneka flora dan fauna yang warna warni, mari nikmati kesejukan alamnya dan jaga kelestariannya.

Kawasan pertanian

Mayoritas warga Umpungeng berprofesi sebagai Patani,sebagian besar bertani Cengkeh, sisanya menanam kopi, fanili, kemiri, pangi dan berbagai jenis umbi umbian lainnya.

Pengrajin Gula Aren?

luas areal hutan pohon aren di kawasan Umpungeng mencapai 620 ha (4% dari luas hutan) menjadikan kawasan ini sebagai sentra Gula aren.

Kus kus

Kus-kus atau orang Umpungeng menyebutnya Memu adalah hewan yang paling ramah dan juga langkah, hidup di alam liar namun jinak sama manusia.

Burung Rangkong Sulawesi

Burung Rangkong (Alo bagi orang Umpungeng)merupakan salah satu hewan endemik di Kawasan Umpungeng yang dilindungi,mari kita jaga dan lestarikan keberadaannya

Rusa Sulawesi

Rusa jenis ini hidup berkelompok dan masih bisa dijumpai di kawasan Umpungeng, hanya saja warga sering melakukan perburuan liar yang mengakibatkan Rusa Sulawesi ini terancam punah. Ayo kita lindungi!

Kawasan resapan air

Aliran 5 sungai yang bermuara pada sungai langkemme menjadi pemasok utama irigasi pertanian untuk kawasan Kabupaten Soppeng dan sekitarnya.

Aliran sungai-sungai yang sejuk dan indah

Sungainya mengalir sepanjang tahun, disepanjang sungai dipenuhi tumbuh-tumbuhan herbal yang kaya manfaat untuk obat ataupun nutrisi bagi kehidupan kita.

Hamparan bukit Umpungeng

Deretan 3 bukit menyerupai manusia yang sedang terbujur (Wuju), Inilah tanah leluhur yang hampir luput dalam sejarah.

Pesona Keindahan Air Terjun

Kejernihan dan kebersihan airnya memberi kesegaran dan kesan alam yang kuat

Donasi Pohon Aren

Ayo berpartisipasi untuk menjaga sumber mata air bersama

Pembangunan Masjid Nol Satu

Sebagai sarana ibadah ditengah kesejukan alam sekaligus sbagai simbol titik pertengahan Indonesia.

Undangan Sayembara Design Desa Wisata Nusantara

Arsitektur Nusantara berwawasan hijau, design yang mampu mengkinikan Arsitektur Nusantara

Jumat, 01 Mei 2015

Membangun Kampung Wisata Berbasis Komunitas


Membangun Kampung Wisata Berbasis Komunitas Sebagai Upaya Meningkatkan Kesejahteraan Masyakarat dan Memperluas Destinasi Wisata
 Sebagaimana kita ketahui bersama, pariwisata adalah suatu kegiatan yang secara langsung menyentuh dan melibatkan masyarakat yang membawa konsekuensi logis adanya berbagai dampak terhadap masyarakat setempat, baik dampak positif terutama dalam konteks peningkatan ekonomi wilayah, maupun dampak negatifnya seperti terjadinya kesenjangan pendapatan antara komunitas masyarakat lokal dengan pemilik modal besar yang memiliki asset terhadap fasilitas wisata seperti hotel, resort, dan restaurant di suatu wilayah, dan biasanya dalam konktes tersebut masyarakat atau komunitas lokal hanya menjadi penonton bukan pelaku utama dan penerima manfaat dari sektor pariwisata .

Membangun Kampung Wisata Berbasis Komunitas
Kampung Wisata, dikembangkan sebagai upaya untuk membangun ekonomi masyarakat dari sektor pariwisata di suatu wilayah. Dengan konsep ini, diharapkan dapat menstimulasi perkembangan sektor lain yang terkait di wilayah tersebut. Wisata Kampung, merupakan alternatif wisata budaya atau tradisi yang diharapkan memberikan dampak berganda (multiplier effect) terhadap pertumbuhan berbagai sektor kehidupan masyarakat di wilayah tersebut, terutama peningkatan ekonomi melalui peningkatan pendapatan dari komunitas dari kegiatan kunjungan wisata.
Idealnya Desa wisata atau Kampung wisata adalah suatu bentuk integrasi antara atraksi, akomodasi dan fasilitas pendukung yang disajikan dalam suatu struktur kehidupan masyarakat yang menyatu dengan tata cara dan tradisi yang berlaku. ( Nuryanti, Wiendu. 1993)
Menurut beberapa pakar pariwisata, terdapat dua konsep yang utama dalam komponen kampung  wisata  yaitu : (1)  Akomodasi sebagian dari tempat tinggal para penduduk setempat dan atau unit-unit yang berkembang atas konsep tempat tinggal penduduk; (2)  Atraksi: seluruh kehidupan keseharian penduduk setempat beserta setting fisik lokasi desa yang memungkinkan berintegrasinya wisatawan sebagai partisipasi aktif seperti : kursus membatik, kegiatan seni karawita, seni tari, festival kesenian tradisional, festival dolanan bocah, event bersih kampung, dan atraksi-atraksi lain yang spesifik dan unik. .
Pengembangan dari kampung wisata berdasarkan dari  hasil-hasil studi terkait desa wisata ada  pendekatan dalam menyusun konsep kerja dari pengembangan sebuah kampung biasa menjadi kampung wisata. Pertama, Pendekatan pasar, dengan tiga macam model yakni ,
(1)   Model Interaksi tidak langsung, model pengembangan ini didekati dengan cara bahwa kampung mendapat manfaat tanpa interaksi langsung dengan wisatawan. Bentuk kegiatan yang terjadi semisal : penulisan atau promosi dalam bentuk buku, website, brosur , kartu pos tentang suatu kampung lengkap dengan gambaran tentang  kehidupan masyarakatnya,  seni dan budaya lokal, arsitektur tradisional, latar belakang sejarah, dan sebagainya;
(2)   Model Interaksi setengah langsung, model ini sudah lebih maju dengan mengundang wisatawan untuk berkunjung dalam bentuk kegiatanone day trip yang dilakukan oleh wisatawan, kegiatan-kegiatan meliputi makan dan berkegiatan bersama penduduk dan kemudian wisatawan dapat kembali ke tempat akomodasinya. Prinsip model tipe ini adalah bahwa wisatawan hanya singgah dan tidak tinggal bersama dengan penduduk;
(3) Model Interaksi Langsung, model ini memungkingkan wisatawan untuk tinggal/bermalam dalam akomodasi yang dimiliki oleh desa tersebut. Di sisi lain berdasarkan daya dukung masyarakat dan potensi dari kampung dapat dikembangkan model alternatif lain berupa pengabungan dari model pertama dan kedua (UNDP and WTO. 1981)

Berangkat dari pendekatan pertama tersebut, ada beberapa kriteria terkait kampung wisata antara lain :
(1)    Atraksi wisata; yaitu semua yang mencakup kondisi alam, seni dan budaya komunitas setempat, kegiatan produksi, seperti kerajinan batik, kerajinan perak, dan atraksi yang dipilih adalah yang paling menarik, unik dan atraktif di kampung tersebut;
(2)    jarak Tempuh; adalah jarak tempuh dari kampung wisata terutama tempat tinggal wisatawan dan juga jarak tempuh dari ibu kota propinsi dan jarak dari ibu kota kabupaten/kota:
(3)    Besaran atau luasan Kampung atau desam yang mencakup masalah-masalah jumlah rumah, jumlah penduduk, karakteristik dan luas wilayah kampung.  kriteria ini berkaitan dengan daya dukung kepariwisataan pada suatu kampung/desa;
(4)     Sistem kepercayaan dan social, merupakan aspek penting mengingat adanya aturan-aturan yang khusus pada sebuah komunitas di kampung;
(5)     Ketersediaan infrastruktur yang meliputi fasilitas dan pelayanan transportasi, fasilitas listrik, air bersih, drainase, telepon dan sebagainya.

Kriteria-kriteria di atas, dapat digunakan untuk melihat karakteristik utama suatu kampung  dan selanjutnya dapat ditentukan apakah suatu desa akan menjadi kampung dengan tipe berhenti sejenak, tipeone day trip atau tipe tinggal inap.
Pendekatan kedua, adalah pendekatan fisik untuk pengembangan kampung wisata, pendekatan ini merupakan solusi yang umum dalam mengembangkan suatu kampung  melalui sektor pariwisata dengan menggunakan standar-standar khusus dalam mengontrol perkembangan dan menerapkan aktivitas konservasi. Beberapa model dalam pendekatan adalah ;
  1. Melakukan konservasi sejumlah rumah yang memiliki nilai budaya dan arsitektur yang tinggi dan mengubah fungsi rumah tinggal menjadi sebuah museum kampung untuk menghasilkan biaya untuk perawatan dari rumah tersebut;
  2. Mengembangkan bentuk-bentuk akomodasi di dalam wilayah kampung tersebut yang dioperasikan oleh komunitas setempat sebagai industri skala kecil, seperti membangun home stay, fasilitas rekreasi (sarana out bond, outing game, ruang terbuka hijau, lokasi wisata kuliner, ruang pertemuan, dll)

Berkaca dari pendekatan tersebut, Desa Umpungeng akan segera memantapkan diri untuk memenuhi kriteria sebagai sebuah Desa Wisata yang mampu membangun konsep kampung wisata berbasis komunitas mengingat beragamnya  potensi yang ada pada setiap kampung yang ada di Desa Umpungeng. Namun untuk mewujudkan hal tersebut butuh dukungan semua pihak, baik pemerintah, sektor swasta maupun masyarakat sendiri. Sehingga sektor pariwisata yang berkembang dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat tidak hanya sekedar untuk meningkatkan PAD.



Kriteria Desa wisata

Desa wisata adalah suatu bentuk integrasi antara atraksi, akomodasi dan fasilitas pendukung yang disajikan dalam suatu struktur kehidupan masyarakat yang menyatu dengan tata cara dan tradisi yang berlaku. ( Nuryanti, Wiendu. 1993. Concept, Perspective and Challenges, makalah bagian dari Laporan Konferensi Internasional mengenai Pariwisata Budaya.
Komponen Utama Desa Wisata
Terdapat dua konsep yang utama dalam komponen desa wisata :
1. Akomodasi : sebagian dari tempat tinggal para penduduk setempat dan atau unit-unit yang berkembang atas konsep tempat tinggal penduduk.

2. Atraksi : seluruh kehidupan keseharian penduduk setempat beserta setting fisik lokasi desa yang memungkinkan berintegrasinya wisatawan sebagai partisipasi aktif seperti : kursus tari, bahasa dan lain-lain yang spesifik.
Sedangkan Edward Inskeep, dalam Tourism Planning An Integrated and Sustainable Development Approach, hal. 166 memberikan definisi : Village Tourism, where small groups of tourist stay in or near traditional, often remote villages and learn about village life and the local environment. Inskeep : Wisata pedesaan dimana sekelompok kecil wisatawan tinggal dalam atau dekat dengan suasana tradisional, sering di desa-desa yang terpencil dan belajar tentang kehidupan pedesaan dan lingkungan setempat.
Pendekatan Pengembangan Desa Wisata
Pengembangan dari desa wisata harus direncanakan secara hati-hati agar dampak yang timbul dapat dikontrol. Berdasar dari penelitian dan studi-studi dari UNDP/WTO dan beberapa konsultan Indonesia, dicapai dua pendekatan dalam menyusun rangka kerja/konsep kerja dari pengembangan sebuah desa menjadi desa wisata.
Pendekatan Pasar untuk Pengembangan Desa Wisata
 Interaksi tidak langsung
Model pengembangan didekati dengan cara bahwa desa mendapat manfaat tanpa interaksi langsung dengan wisatawan. Bentuk kegiatan yang terjadi semisal : penulisan buku-buku tentang desa yang berkembang, kehidupan desa, seni dan budaya lokal, arsitektur tradisional, latar belakang sejarah, pembuatan kartu pos dan sebagainya.
Interaksi setengah langsung
Bentuk-bentuk one day trip yang dilakukan oleh wisatawan, kegiatan-kegiatan meliputi makan dan berkegiatan bersama penduduk dan kemudian wisatawan dapat kembali ke tempat akomodasinya. Prinsip model tipe ini adalah bahwa wisatawan hanya singgah dan tidak tinggal bersama dengan penduduk.
Interaksi Langsung
Wisatawan dimungkinkan untuk tinggal/bermalam dalam akomodasi yang dimiliki oleh desa tersebut. Dampak yang terjadi dapat dikontrol dengan berbagai pertimbangan yaitu daya dukung dan potensi masyarakat setempat. Alternatif lain dari model ini adalah penggabungan dari model pertama dan kedua. (UNDP and WTO. 1981. Tourism Development Plan for Nusa Tenggara, Indonesia. Madrid: World Tourism Organization. Hal. 69)
Kriteria Desa Wisata
Pada pendekatan ini diperlukan beberapa kriteria yaitu :
1.   Atraksi wisata; yaitu semua yang mencakup alam, budaya dan hasil ciptaan manusia. Atraksi yang dipilih adalah yang paling menarik dan atraktif di desa.
2.   Jarak Tempuh; adalah jarak tempuh dari kawasan wisata terutama tempat tinggal wisatawan dan juga jarak tempuh dari ibukota provinsi dan jarak dari ibukotakabupaten.
3.   Besaran Desa; menyangkut masalah-masalah jumlah rumah, jumlah penduduk, karakteristik dan luas wilayah desa. Kriteria ini berkaitan dengan daya dukung kepariwisataan pada suatu desa.
4.   Sistem Kepercayaan dan kemasyarakatan; merupakan aspek penting mengingat adanya aturan-aturan yang khusus pada komunitas sebuah desa. Perlu dipertimbangkan adalah agama yang menjadi mayoritas dan sistem kemasyarakatan yang ada.
5.   Ketersediaan infrastruktur; meliputi fasilitas dan pelayanan transportasi, fasilitas listrik, air bersih, drainase, telepon dan sebagainya.
Masing-masing kriteria digunakan untuk melihat karakteristik utama suatu desa untuk kemudian menetukan apakah suatu desa akan menjadi desa dengan tipe berhenti sejenak, tipe one day trip atau tipe tinggal inap.
Pendekatan Fisik Pengembangan Desa Wisata
Pendekatan ini merupakan solusi yang umum dalam mengembangkan sebuah desa melalui sektor pariwisata dengan menggunakan standar-standar khusus dalam mengontrol perkembangan dan menerapkan aktivitas konservasi.
1.   Mengonservasi sejumlah rumah yang memiliki nilai budaya dan arsitektur yang tinggi dan mengubah fungsi rumah tinggal menjadi sebuah museum desa untuk menghasilkan biaya untuk perawatan dari rumah tersebut. Contoh pendekatan dari tipe pengembangan model ini adalah Desa Wisata di Koanara, Flores. Desa wisata yang terletak di daerah wisata Gunung Kelimutu ini mempunyai aset wisata budaya berupa rumah-rumah tinggal yang memiliki arsitektur yang khas. Dalam rangka mengkonservasi dan mempertahankan rumah-rumah tersebut, penduduk desa menempuh cara memuseumkan rumah tinggal penduduk yang masih ditinggali. Untuk mewadahi kegiatan wisata di daerah tersebut dibangun juga sarana wisata untuk wisatawan yang akan mendaki Gunung Kelimutu dengan fasilitas berstandar resor minimum dan kegiatan budaya lain.
2.   Mengonservasi keseluruhan desa dan menyediakan lahan baru untuk menampung perkembangan penduduk desa tersebut dan sekaligus mengembangkan lahan tersebut sebagai area pariwisata dengan fasilitas-fasilitas wisata. Contoh pendekatan pengembangan desa wisata jenis ini adalah Desa Wisata Sade, di Lombok.
3.   Mengembangkan bentuk-bentuk akomodasi di dalam wilayah desa tersebut yang dioperasikan oleh penduduk desa tersebut sebagai industri skala kecil. Contoh dari bentuk pengembangan ini adalah Desa wisata Wolotopo di Flores. Aset wisata di daerah ini sangat beragam antara lain : kerajinan tenun ikat, tarian adat, rumah-rumah tradisional dan pemandangan ke arah laut. Wisata di daerah ini dikembangkan dengan membangun sebuah perkampungan skala kecil di dalam lingkungan Desa Wolotopo yang menghadap ke laut dengan atraksi-atraksi budaya yang unik. Fasilitas-fasilitas wisata ini dikelola sendiri oleh penduduk desa setempat. Fasilitas wisata berupa akomodasi bagi wisatawan, restaurant, kolam renang, peragaan tenun ikat, plaza, kebun dan dermaga perahu boat.

Prinsip dasar dari pengembangan desa wisata
Pengembangan fasilitas-fasilitas wisata dalam skala kecil beserta pelayanan di dalam atau dekat dengan desa.
1.   Fasilitas-fasilitas dan pelayanan tersebut dimiliki dan dikerjakan oleh penduduk desa, salah satu bisa bekerja sama atau individu yang memiliki.
2.   Pengembangan desa wisata didasarkan pada salah satu “sifat” budaya tradisional yang lekat pada suatu desa atau “sifat” atraksi yang dekat dengan alam dengan pengembangan desa sebagai pusat pelayanan bagi wisatawan yang mengunjungi kedua atraksi tersebut.
Jenis Wisatawan Pengunjung Desa Wisata
Karena bentuk wisata pedesaan yang khas maka diperlukan suatu segmen pasar tersendiri. Terdapat beberapa tipe wisatawan yang akan mengunjungi desa wisata ini yaitu :
Wisatawan Domestik
Wisatawan domestik ; terdapat tiga jenis pengunjung domestik yaitu :
1.   Wisatawan atau pengunjung rutin yang tinggal di daerah dekat desa tersebut. Motivasi kunjungan : mengunjungi kerabat, membeli hasil bumi atau barang-barang kerajinan. Pada perayaan tertentu, pengunjung tipe pertama ini akan memadati desa wisata tersebut.
2.   Wisatawan dari luar daerah (luar propinsi atau luar kota), yang transit atau lewat dengan motivasi, membeli hasil kerajinan setempat.
3.   Wisatawan domestik yang secara khusus mengadakan perjalanan wisata ke daerah tertentu, dengan motivasi mengunjungi daerah pedesaaan penghasil kerajinan secara pribadi.

Wisatawan Manca Negara
Wisatawan yang suka berpetualang dan berminat khusus pada kehidupan dan kebudayaan di pedesaan. Umumnya wisatawan ini tidak ingin bertemu dengan wisatawan lainnya dan berusaha mengunjungi kampung dimana tidak begitu banyak wisatawan asing.
1.   Wisatawan yang pergi dalam grup (di dalam suatu biro perjalanan wisata). Pada umumnya mereka tidak tinggal lama di dalam kampung dan hanya tertarik pada hasil kerajinan setempat.
2.   Wisatawan yang tertarik untuk mengunjungi dan hidup di dalam kampung dengan motivasi merasakan kehidupan di luar komunitas yang biasa dihadapinya.
Tipe Desa Wisata
Menurut pola, proses dan tipe pengelolanya desa atau kampung wisata di Indonesia sendiri, terbagi dalam dua bentuk yaitu tipe terstruktur dan tipe terbuka.
Tipe terstruktur (enclave)
Tipe terstruktur ditandai dengan karakter-karakter sebagai berikut :
1.   Lahan terbatas yang dilengkapi dengan infrastruktur yang spesifik untuk kawasan tersebut. Tipe ini mempunyai kelebihan dalam citra yang ditumbuhkannya sehingga mampu menembus pasar internasional.
2.   Lokasi pada umumnya terpisah dari masyarakat atau penduduk lokal, sehingga dampak negatif yang ditimbulkannya diharapkan terkontrol. Selain itu pencemaran sosial budaya yang ditimbulkan akan terdeteksi sejak dini.
3.   Lahan tidak terlalu besar dan masih dalam tingkat kemampuan perencanaan yang integratif dan terkoordinasi, sehingga diharapkan akan tampil menjadi semacam agen untuk mendapatkan dana-dana internasional sebagai unsur utama untuk “menangkap” servis-servis dari hotel-hotel berbintang lima.
Contoh dari kawasan atau perkampungan wisata jenis ini adalah kawasan Nusa DuaBali dan beberapa kawasan wisata di Lombok. Pedesaan tersebut diakui sebagai suatu pendekatan yang tidak saja berhasil secara nasional, melainkan juga pada tingkat internasionalPemerintah Indonesia mengharapkan beberapa tempat di Indonesia yang tepat dapat dirancang dengan konsep yang serupa.
Tipe Terbuka (spontaneus)
Tipe ini ditandai dengan karakter-karakter yaitu tumbuh menyatunya kawasan dengan struktur kehidupan, baik ruang maupun pola dengan masyarakat lokal. Distribusi pendapatan yang didapat dari wisatawan dapat langsung dinikmati oleh penduduk lokal, akan tetapi dampak negatifnya cepat menjalar menjadi satu ke dalam penduduk lokal, sehingga sulit dikendalikan. Contoh dari tipe perkampungan wisata jenis ini adalah kawasan Prawirotaman, Yogyakarta. (Sumber Wikipedia)


Sabtu, 25 April 2015

Mahasiswa Harus Mengawal Pembangunan Desa

Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Marwan Jafar meminta supaya organisasi kemahasiswaan seperti Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) maupun kalangan mahasiswa dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya untuk ikut mengawal pembangunan desa.

Ia mengakui, pemerintah tidak mungkin bisa membangun desa sendirian. Pihaknya menilai, mahasiswa dan organisasi kemahasiswaan ini dianggap penting untuk mengawal dan mengawasi alokasi dana desa yang diperuntukkan untuk pembangunan desa.

“Termasuk mengawasi alokasi dana desa yang diperuntukkan untuk pembangunan desa,” katanya saat memberikan kuliah umum di kampus ITS Surabaya, dalam rangka Harlah ke-55 PMII, di Kota Surabaya, akhir pekan lalu.

Sehingga, dibutuhkan dukungan dari organisasi kemahasiswaan dan perguruan tinggi untuk membangun desa.

Adapun langkah nyata yang bisa dilakukan Perguruan Tinggi dalam membangun desa menurutnya, yaitu dengan melakukan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tepat guna (TTG) untuk kemajuan perekonomian masyarakat desa.

Selain itu, media untuk memberikan penyuluhan dan pembinaan terhadap masyarakat desa bisa dilakukan lewat Kuliah Kerja Nyata (KKN). “Kuliah kerja nyata penting, agar mahasiswa bisa langsung melakukan interaksi langsung dengan masyarakat desa,” katanya.

Pada kesempatan itu, Marwan juga meminta organisasi kemahasiswaan seperti PMII juga ikut mendampingi, memberikan pelatihan terhadap tenaga pendamping untuk mengawal implementasi Undang-Undang Desa.

Sehingga, mahasiswa, organisasi kemahasiswaan, perguruan tinggi dan masyarakat secara umum, bisa melakukan pembinaan secara kontinyu terhadap desa.“Misalnya mengembangkan produk unggulan yang mempunyai nilai jual tinggi,” ujarnya. (REPUBLIKA.CO.ID)

Pendamping Dana Desa 2015


 Pengumuman dan Panduan Rekrutmen Pendamping Dana Desa 2015 dari Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi
PANDUAN UMUM PROSES REKRUTMEN TENAGA PENDAMPING  IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG DESA
A. PENDAHULUAN
Rencana Pembangunan Jangka Menengah III (2015 – 2019) dan Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2015 mengamanatkan bahwa percepatan pembangunan desa akan dilaksanakan melalui implementasi Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Peraturan Presiden Nomor 12 tentang Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi mengamanatkan bahwa Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi memiliki tugas dan fungsi menjalankan urusan pemerintahan di bidang pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa. Selain daripada itu, Nota Keuangan APBN Perubahan Tahun Anggaran 2015 mengamanatkan bahwa pengelolaan anggaran dalam rangka penyelesaian akhir PNPM MPd menjadi tanggung jawab Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi.
Berdasarkan hal tersebut, maka Kementerian Desa memiliki tugas dan fungsi untuk melaksanakan implementasi Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa sekaligus mendampingi penyelesaian akhir PNPM MPd. Dalam rangka mendukung kelancaran implementasi UU Nomor 6 Tahun 2015 tentang desa, sekaligus penyelesaian akhir PNPM MPd, Pemerintah akan melakukan pendampingan dengan dibantu oleh pendamping profesional. Untuk itu, Pemerintah akan mendayagunakan Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten dan Pemerintah Desa sedangkan melalui pendamping profesional akan dibantu tenaga ahli dan tenaga pendamping.
Mengingat rentang kendali yang luas, dalam hal pembinaan dan pengelolaan pendampingan maka Pemerintah akan melimpahkan sebagian kewenangannya kepada Pemerintah Provinsi melalui mekanisme dekonsentrasi. Untuk itu, dalam rangka memenuhi kebutuhan pendamping, dipandang perlu disusun Panduan Rekrutmen Pendamping Kabupaten dan Pendamping Kecamatan yang akan digunakan oleh Satker Pelaksana Dekonsentrasi.
B. PENDAMPING KABUPATEN DAN PENDAMPING KECAMATAN
Tenaga Pendamping Profesional yang terdiri dari Pendamping Kabupaten dan Pendamping Kecamatan memiliki posisi penting dan strategis dalam menentukan kinerja program. Untuk itu, proses rekrutmen terhadap Pendamping harus diatur secara ketat agar diperoleh tenaga Pendamping sesuai kualifikasi yang dibutuhkan.
Secara garis besar proses rekrutmen Pendamping terdiri dari 5 (lima) tahapan pokok yaitu: 1) pemetaan kebutuhan, 2) pengumuman, 3) seleksi pasif, 4) seleksi aktif melalui wawancara, focus group discussion dan test tertulis, serta tahap 5)
pembekalan melalui pelatihan. Rekrutmen Pendamping ini harus mampu menyeleksi pelamar/calon pendamping sesuai kompetensi yang ditetapkan, dan merekrut jumlah pendamping sesuai kebutuhan.
C. JUMLAH TENAGA PENDAMPING
1.  Pendamping Tingkat Kabupaten
Setiap Kabupaten pada prinsipnya didampingi oleh 4 (empat) orang Pendamping Teknis, yaitu: Pendamping Teknis Bidang Pemberdayaan, Pendamping Teknis Bidang Infrastruktur, Pendamping Teknis Bidang Keuangan, dan Pendamping
Teknis Bidang Perguliran dan Pengembangan Usaha.
2.    Asisten Pendamping Tingkat Kabupaten
Asisten Pendamping Teknis Bidang Pemberdayaan diadakan untuk mendukung kinerja Pendamping Kabupaten di kabupaten yang memiliki jumlah kecamatan lebih dari 9 kecamatan.
3.    Pendamping Tingkat Kecamatan
Setiap Kecamatan didampingi oleh Pendamping Desa Bidang Pemberdayaan dan Pendamping Desa Bidang Infrastruktur. Namun demikian, dalam rangka efektivitas dan efisiensi pencapaian tujuan program, maka tenaga Pendamping didayagunakan dan diatur penempatannya berdasarkan jumlah desa dimasingmasing kecamatan.
D. KUALIFIKASI PENDAMPING
Kualifikasi Pendamping untuk setiap jenis pendamping pada setiap lokasi program
dapat dijelaskan sebagai berikut :
1.            Pendamping Teknis Pemberdayaan.
1.     Pendidikan Strata-1 atau Diploma-III dari semua bidang ilmu;
2.    Memiliki pengalaman kerja yang relevan dengan program/proyek pemberdayaan masyarakat, untuk S-1 minimal 6 (enam) tahun sedangkan D-3 minimal 8 (delapan) tahun;
3.    Berpengalaman dalam pemberdayaan masyarakat, pendampingan kerja sosial, pendampingan masyarakat, pengorganisasian masyarakat;
4.    Berpengalaman memfasilitasi sistem pembangunan partisipatif, perencanaan program/proyek pembangunan desa/antar desa, fasilitasi manajemen pembangunan desa/antar desa, kajian terhadap peraturan daerah;
5.    Berpengalaman melatih masyarakat yang mencakup aspek penyusunan modul sederhana, fasilitasi masyarakat dalam penyelenggaraan pelatihan, maupun kaderisasi pelatih lokal;
6.    Mampu mengoperasikan peralatan komputer minimal microsoft office;
7.     Sanggup bertempat tinggal di lokasi penugasan;
8.    Pada saat melakukan pendaftaran usia maksimal calon Pendamping Kabupaten Pemberdayaan adalah 50 tahun.

2.                Pendamping Teknis Infrastruktur
1.     Pendidikan minimum S1 atau D-III Teknik Sipil;
2.    Memiliki pengalaman kerja yang relevan dengan pembangunan infrastruktur perdesaan, untuk S-1 minimal 6 (enam) tahun dan D-III minimal 8 (delapan) tahun. Pengecualian khusus untuk Provinsi Maluku, Maluku Utara, Papua Barat dan Papua pengalaman kerja relevan untuk S-1 minimal 4 (empat) tahun sedangkan D-III minimal 6 (enam) tahun;
3.    Pengalaman kerja yang relevan dengan program/proyek pemberdayaan masyarakat minimal 3 (tiga) tahun;
4.    Berpengalaman memfasilitasi masyarakat dalam menyusun rencana anggaran biaya (RAB) infrastruktur perdesaan sesuai dengan harga satuan setempat;
5.    Berpengalaman memfasilitasi masyarakat dalam menyusun desain teknis sesuai dengan standar teknis infrastruktur perdesaan;
6.    Berpengalaman melatih masyarakat tentang teknis pertukangan yang dibutuhkan dalam pembangunan infrastruktur perdesaan;
7.     Mampu mengoperasikan peralatan komputer minimal microsoft office;
8.    Sanggup bertempat tinggal di lokasi penugasan;
9.    Pada saat melakukan pendaftaran usia maksimal calon Pendamping Kabupaten Teknik adalah 50 tahun.

3.                       Pendamping Teknis Keuangan
4.                        
1.     Pendidikan diutamakan minimum S1 Ekonomi semua jurusan, atau D-III Akuntansi. Bagi yang berpendidikan Non Ekonomi, wajib dibuktikan memiliki pengalaman mendampingi keuangan mikro dan memiliki keahlian melakukan audit internal;
2.    Pengalaman kerja yang relevan S-1 minimum 6 (enam) tahun sedangkan D-III minimum 8 (delapan) tahun; Berpengalaman memfasilitasi masyarakat dalam pengembangan keuangan mikro yang mencakup aspek pengelolaan keuangan, pengelolaan pinjaman, dan pendampingan kelompok peminjam; Berpengalaman memfasilitasi kelompok masyarakat penerima pinjaman yang mencakup aspek permodalan, pengembangan usaha ekonomi, serta penguatan dan pengembangan jaringan lembaga pengelola pinjaman mikro;
3.    Berpengalaman menyusun Laporan Keuangan (Neraca, Laporan Rugi/Laba,dsb), laporan kesehatan lembaga keuangan, dan laporan kesehatan pinjaman;
4.    Berpengalaman memfasilitasi masyarakat dalam mengembangkan kelembagaan keuangan mikro yang mencakup aspek prinsip dan prosedur pengelolaan lembaga keuangan mikro/simpan pinjam/BPR/Koperasi, dsb;
5.    Mampu mengoperasikan komputer minimal Microsoft Office;
6.    Pada saat melakukan pendaftaran usia maksimal calon Pendamping Kabupaten Keuangan adalah 50 tahun.

4.    Pendamping Teknis Perguliran dan Pengembangan Usaha
1.     Memiliki pengalaman kerja, untuk S-1 (diutamakan pendidikan ekonomi) minimal 6 (enam) tahun sedangkan D-3 minimal 8 (delapan) tahun;
2.    Memiliki pengalaman kerja yang relevan minimal 5 tahun, kecuali untuk Provinsi Maluku dan Maluku Utara, pengalaman kerja yang relevan minimal 3 tahun;
3.    Berpengalaman dalam pengelolaan keuangan dan pengelolaan simpan pinjam; Diutamakan yang memiliki latar belakang pemberdayaan ekonomi pedesaan, berpengalaman dalam penguatan dan pengembangan jaringan lembaga pengelola pinjaman mikro.

5.    Asisten Pendamping Teknis Pemberdayaan
1.     Pendidikan Strata-1 atau Diploma-III dari semua bidang ilmu;
2.    Memiliki pengalaman kerja yang relevan dengan program/proyek pemberdayaan masyarakat, untuk S-1 minimal 4 (empat) tahun sedangkan D-3 minimal 6 (enam) tahun;
3.    Berpengalaman dalam pemberdayaan masyarakat, pendampingan kerja sosial, pendampingan masyarakat, pengorganisasian masyarakat;
4.    Berpengalaman memfasilitasi sistem pembangunan partisipatif, perencanaan program/proyek pembangunan desa/antar desa, fasilitasi manajemen pembangunan desa/antar desa, kajian terhadap peraturan daerah;
5.    Berpengalaman melatih masyarakat yang mencakup aspek penyusunan modul sederhana, fasilitasi masyarakat dalam penyelenggaraan pelatihan, maupun kaderisasi pelatih lokal;
6.    Mampu mengoperasikan peralatan komputer minimal microsoft office;
7.     Sanggup bertempat tinggal di lokasi penugasan;
8.    Pada saat melakukan pendaftaran usia maksimal calon Pendamping Kabupaten Pemberdayaan adalah 50 tahun.

6.    Pendamping Desa – Pemberdayaan
1.     Pendidikan S1 dari semua bidang ilmu dengan pengalaman kerja yang relevan dengan program/proyek pemberdayaan masyarakat minimal 3 (tiga) tahun; atau D-3 dari semua bidang ilmu dengan pengalaman kerja yang relevan dengan program/proyek pemberdayaan masyarakat minimal 5 (lima) tahun;
2.    Khusus Provinsi Papua dan Papua Barat kualifikasi Pendamping Kecamatan Pemberdayaan sebagai berikut:
1.     Tingkat pendidikan Strata satu (S-1) fresh graduated dari semua bidang ilmu atau;
2.    Tingkat pendidikan Diploma Tiga (D III) dari semua bidang ilmu dengan pengalaman kerja minimal 3 (tiga) tahun;
3.    Mengenal budaya dan adat istiadat lokasi tugas, diutamakan dapat berbahasa daerah tempat tugas;
4.    Sanggup bertempat tinggal di lokasi penugasan;
5.    Pada saat melakukan pendaftaran usia Pendamping Kecamatan Pemberdayaan maksimal 45 tahun.

7.     Pendamping Desa – Infrastruktur
1.     Pendidikan S1 dari bidang ilmu Teknik Sipil dengan pengalaman kerja yang relevan dengan program/proyek pembangunan infrastruktur minimal 3 (tiga) tahun; atau D-3 Teknik Sipil dengan pengalaman kerja relevan dengan program/proyek infrastruktur minimal 5 (lima) tahun;
2.    Diutamakan memiliki pengalaman berorganisasi dan pernah aktif di kegiatan pemberdayaan masyarakat, pekerjaan sosial, maupun kegiatan pendampingan masyarakat lainnya;
3.    Mengenal budaya dan adat istiadat lokasi tugas, diutamakan dapat berbahasa daerah tempat tugas;
4.    Sanggup bertempat tinggal di lokasi penugasan;
5.    Pada saat melakukan pendaftaran usia Pendamping Kecamatan Teknik maksimal 45 (empat puluh lima) tahun.

TAHAPAN SELEKSI
A. Perhitungan Kebutuhan Tenaga Pendamping
Tahap awal dari proses rekrutmen Pendamping adalah menentukan jumlah kebutuhan/kuota tenaga Pendamping Kabupaten dan Pendamping Kecamatanyang harus direkrut, adapun hal-hal yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut:
1.     Satker Pusat menetapkan quota Pendamping yang dihitung berdasarkan kebutuhan dan Pagu Anggaran;
2.    Provinsi melakukan Analisis kebutuhan Pendamping berdasarkan quota pendamping yang ditetapkan Satker Pusat.
B. Pengumuman Rekrutmen Pendamping
Kebutuhan tenaga pendamping, dipubilkasikan secara luas melalui media lokal atau nasional. Prosedur pengumuman seleksi Pendamping adalah sebagai berikut:
1.                 Pengumuman rekrutmen Pendamping dilakukan oleh masing-masing Satker Provinsi;
2.                Publikasi dilakukan dengan mencantumkan syarat dan kualifikasi pelamar;
3.                Alamat penyampaian dokumen lamaran melalui PO BOX, ditujukan kepada Satker PMD Provinsi;
4.                Proses penerimaan berkas lamaran Pendamping dilakukan oleh Satker PMD Provinsi.
C. Seleksi Pasif
Seleksi Pasif adalah proses seleksi administrasi terhadap lamaran yang sesuai dengan kualifikasi dan syarat–syarat administrasi. Proses seleksi administrasi menjadi tanggung jawab Satker PMD Provinsi, dan secara teknis dilaksanakan Sekretariat Satker Provinsi dibantu oleh tenaga pendamping profesional.
Langkah-langkah seleksi pasif adalah mengikuti tahapan sebagai berikut:
1.  Sekretariat Provinsi melakukan seleksi pasif. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan seleksi pasif;
2.    Satker PMD Provinsi menyampaikan Berita Acara shortlist (daftar pendek) pelamar kepada Satker Pusat;
3.     Satker Ditjen Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa mereview dan menetapkan shortlist;
4.    Berdasarkan shortlist yang telah disetujui, Satker PMD Provinsi menetapkan jadwal seleksi aktif;
5.     Satker PMD Provinsi menginformasikan jadwal pelaksanaan seleksi aktif tersebut kepada Satker Pusat;
6.    Satker PMD Provinsi dengan didukung secara teknis oleh Sekretariat Satker PMD Provinsi mengundang peserta seleksi aktif.
D. Seleksi Aktif
Seleksi aktif merupakan sebuah tahapan seleksi dalam rekrutmen Pendamping yang ditujukan untuk mengetahui aspek pengetahuan, wawasan, kemampuan, sikap dan kepribadian yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas serta keabsahan data dan riwayat hidup dari setiap calon Pendamping. Langkah-langkah seleksi aktif adalah mengikuti tahapan sebagai berikut:
1.     Penetapan Panitia Seleksi Aktif
Panitia seleksi aktif terdiri dari panitia seleksi provinsi dan atau panitia seleksi pusat, untuk itu, Satker PMD Provinsi wajib membentuk panitia seleksi aktif yang terdiri dari Pejabat/Staf PMD Provinsi dan dibantu tenaga pendamping profesional.
2.    Tahapan Seleksi Aktif
Proses Seleksi Aktif Tahap Pertama ditujukan untuk menyaring para pelamar kerja berkaitan dengan pengetahuan dasar tentang bidang tugas yang dipilihnya. Seleksi ini terdiri dari test tertulis, Focus Group Discussion (FGD) dan wawancara.
E. Pelatihan
Tahapan akhir dari proses seleksi sebagai bagian dari proses rekrutment Pendamping adalah Pelatihan Pra Tugas (pembekalan). Tujuan pelatihan ini adalah memberikan orientasi dan pembekalan kepada calon pendamping agar siap secara mental, serta memberikan pengetahuan, dan ketrampilan sebelum diterjunkan di lokasi penempatan.
F. HONORARIUM DAN TUNJANGAN TENAGA PENDAMPING
1.     Honorarium
Tenaga Pendamping Kabupaten atau Pendamping Kecamatan mengikat perjanjian kerja dengan Satker PMD Provinsi yaitu dalam bentuk kontrak kerja atas penyelesaian seluruh pekerjaan pendampingan masyarakat dalam mendukung implementasi UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa dan sekaligus penyelesaian akhir PNPM Mandiri Perdesaan dalam batas waktu tertentu, dengan jumlah honorarium yang pasti dan tetap, dan semua risiko yang mungkin terjadi dalam
kegiatan pendampingan masyarakat sepenuhnya ditanggung oleh masing-masing Pendamping. Pembayaran honorarium Pendamping setiap bulan bersifat lumpsum, kecuali untuk pembayaran besaran honorarium Pendamping pada bulan pertama atau pada bulan terakhir Honorarium Pendamping adalah imbalan finansial yang diterima setiap bulan yang diberikan kepada Pendamping sehubungan dengan jasa atas kegiatan pendampingan masyarakat yang dilakukannya selama satu bulan berjalan.
Honorarium Pendamping dibayarkan secara lump-sum yaitu besaran honorarium yang tertuang dalam kontrak kerja yang wajib dibayarkan oleh Satker Provinsi untuk setiap bulannya dengan syarat Pendamping sudah melakukan tugas atau pekerjaan sesuai dalam surat perjanjian kerja sebagaimana dibuktikan dalam bentuk laporan dan bukti-bukti administrasi.
Jumlah dan besaran honorarium yang diterima Pendamping tetap mengacu pada Ketentuan yang telah ditetapkan oleh Satker Pusat, Ditjen Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa, Kementerian Desa
2.    Tunjangan
Tunjangan Operasional Pendamping adalah tunjangan yang digunakan untuk mendukung kegiatan operasional pendampingan masyarakat, Tunjangan Operasional Pendamping diberikan untuk digunakan membiayai tunjangan perumahan, tunjangan komunikasi, asuransi, dan biaya operasional kantor.
G. PENUTUP
Ketentuan dan Penjelasan lebih lanjut atas pelaksanaa rekrutmen dan pengelolaan tenaga pendamping akan diterbitkan dalam Standar Operasional Prosedur (SOP) Pembinaan dan Pengelolaan Pendamping Implementasi Undang-Undang Desa.
Jakarta, 27 Maret 2015
A.n. Menteri Desa, PDT dan Transmigrasi
Plt. Direktur Jenderal Pembangunan dan
Pemberdayaan Masyarakat Desa
Dr. Ir. Suprayoga Hadi, MSP
NIP. 19650530 199103 1 002